Pemerintah Indonesia gagal melobi pemerintah Amerika Serikat untuk membatalkan atau menurunkan rencana tarif resiprokal. Sehingga mulai 1 Agustus 2025 mendatang, komoditas ekspor Indonesia yang akan masuk ke Amerika Serikat akan dikenakan kenaikan tarif bea masuk sebesar 32 persen.
Kebijakan ini dikhawatirkan akan memukul ekonomi Indonesia. Mengingat Amerika Serikat menjadi salah satu pangsa pasar ekspor sejumlah komoditas andalan Indonesia.
Namun, kekhawatiran ini tidak terlalu dirasakan oleh pelaku usaha di bidang olahan tembakau. Menurut salah satu pengusaha cerutu Jember, Agusta Jaka Purwana, Kamis (10/7/25), kebijakan yang dikenal sebagai Tarif Trump ini diperkirakan tidak akan terlalu berdampak pada kinerja ekspor cerutu Indonesia. Sebab, Amerika Serikat bukanlah pangsa pasar utama bagi cerutu Indonesia.
Pria yang juga komisaris PT Boss Image Nusantara (BIN Cigar) dan Wakil Ketua Kadin Jember ini menyebut, selama ini produk cerutu Indonesia lebih banyak dikirim ke Eropa dan Australia. Cina yang merupakan musuh Amerika Serikat dalam perang dagang kali ini, juga merupakan salah satu pangsa pasar produk cerutu Indonesia.
Selain itu, menurut Agusta, cerutu merupakan produk dengan konsumen masyarakat kelas atas dan terkait dengan gaya hidup. Sehingga berapapun harganya, tetap akan dibeli.
Jember sebagai penghasil tembakau Basuki Na-Oogst (BNA) selama ini dikenal sebagai salah satu penghasil tembakau terbaik di dunia. (adp)
Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.