Jelang peringatan Kemerdekaan Indonesia, viral di media sosial tentang aksi pengibaran simbol bajak laut dalam bentuk bendera yang diambil dari serial anime Jepang, One Piece. Bagi sebagian orang, pengibaran bendera yang merujuk pada simbol Jolly Roger -tengkorak berlatar warna hitam- itu sebagai simbol kritik dan protes dari rakyat yang jenuh atas berbagai kondisi negara saat ini yang dinilai jauh dari keadilan.
Namun, pemerintah melalui Menko Polkam Budi Gunawan tegas melarang pengibaran bendera itu dan menyebut ada ancaman sanksi pidananya. Sebab, hal itu dianggap melanggar Undang-Undang.
Terkait hal itu, pengajar hukum pidana dari Universitas Jember (UNEJ), Fiska Maulidian Nugroho, kepada K Radio, Rabu (6/8/25) menilai, persoalan ini perlu dilihat secara hati-hati dalam perspektif hukum pidana. Sebab, tak semua tindakan yang tampak seperti provokatif bisa langsung dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Fiska mengakui, Pasal 66 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara memang ada ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukan perbuatan dengan maksud menodai atau merendahkan kehormatan bendera negara. Namun, penafsiran soal maksud itu tak bisa sembarangan.
Fiska mengingatkan, pendekatan hukum pidana sebaiknya menjadi langkah terakhir. Pemerintah disarankan untuk lebih mengedepankan mitigasi dan edukasi terkait masalah bendera One Piece di masa peringatan kemerdekaan.
Menurutnya, penggunaan pasal pidana secara sempit justru bisa menimbulkan masalah baru.
Karena itu, Fiska menegaskan pentingnya memperkuat wawasan kebangsaan, terutama di tengah meningkatnya suhu politik global dan dalam negeri.
Di sisi lain, masyarakat disarankan untuk lebih bijak memaknai kebebasan berekspresi, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan negara.
Pemidanaan terhadap mereka yang dianggap menghina merah putih, harus dibuktikan adanya niat jahat atau mens rea, yakni memang bermaksud untuk menghina atau merendahkan bendera negara. Sehingga jika sekadar mengibarkan bendera lain tanpa niat menggantikan simbol negara, maka belum tentu bisa dipidana.
Fiska menyebut, tindakan mengibarkan bendera One Piece sejajar atau bahkan lebih tinggi dari bendera Merah Putih memang berpotensi menimbulkan multitafsir. Di satu sisi bisa dimaknai sebagai ekspresi budaya populer, namun di sisi lain bisa dianggap menyejajarkan atau bahkan merendahkan martabat simbol negara.
Menyikapi hal itu, Fiska mengingatkan bahwa etika dan sopan santun tetap harus dijaga karena bangsa Indonesia terikat dengan norma sosial. Sehingga kebebasan berekspresi jangan sampai menyinggung atau memicu konflik.
Fiska menambahkan, kebebasan berekspresi seharusnya mendorong rasa cinta tanah air, bukan menimbulkan perpecahan. Jika tujuan aksi tersebut adalah kritik terhadap pemerintah, sebaiknya dilakukan dengan cara-cara lain yang tidak menyangkut lambang negara.(adp)
Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.